Be Curious, Not Judgmental
Saat seseorang merasa cukup mengetahui sesuatu, ia cenderung untuk menghakimi. Dan itulah awal mula masalah.
Belakangan ini saya sering menonton film series Ted Lasso. Secara ringkas, film bergenre komedi-drama ini bercerita tentang seorang pelatih American Football yang tiba-tiba ditunjuk untuk melatih klub sepakbola liga Inggris, AFC Richmond.
Penunjukan Ted mendapat reaksi negatif dari media dan pendukung AFC Richmond. Tidak jarang Ted diremehkan dan direndahkan suporter klubnya sendiri, yang disebabkan perbedaan antara latar belakang Ted (pelatih American Football) dengan profesinya sebagai pelatih sepakbola. Kendati begitu, Ted tidak pernah mengolok balik atau bahkan membela dirinya. Dia tidak menghiraukan apa yang orang lain ucapkan kepadanya.
Sifat Ted yang demikian rupanya terjelaskan di salah satu bagian yang cukup berkesan bagi saya. Kala itu, Ted ditantang bermain dart dengan tokoh bernama Rupert (mantan suami pemilik AFC Ricmond), lengkap dengan sebuah taruhan. Saat Rupert telah unggul jauh dari Ted, Rupert mulai meremehkan Ted yang dianggapnya payah bermain dart dan mantan istrinya yang dianggap tidak becus mengurus AFC Richmond.
Tidak tinggal diam, Ted menyela omongan Rupert dan berkata:
“Kau tahu Rupert, orang-orang telah merendahkanku seumur hidupku. Dan selama bertahun-tahun, aku tidak mengetahui sebabnya. […] Tapi suatu hari, saat aku mengantarkan anakku ke sekolah, aku melihat dinding dengan tulisan kutipan Walt Whitman, yang berbunyi, ‘Be curious, not judgmental’.”
Menonton adegan tersebut dan mendapatkan kutipan tersebut, saya langsung merasakan apa yang dirasakan Ted, “I like that. And all of a sudden it hits me.”
Cerita serupa saya dapatkan juga saat menonton podcast di kanal Youtube Sport77. Tamu mereka kala itu adalah penerjemah pelatih tim nasional sepakbola Indonesia, Jeong Seok Seo (atau yang akrab dipanggil Jeje).
Dilihat dari apa yang tampak, banyak orang menilai ia tidak layak menjadi penerjemah di dunia olahraga yang penuh tekanan. Yang mana hal tersebut terjadi saat ia baru diangkat menjadi penerjemah. Meski begitu, Jeje tidak menghiraukan ucapan orang kepadanya.
Tapi siapa kira, sebelum ia pindah ke Indonesia saat jenjang SMA tahun 2008, ia pernah berlatih sepakbola di salah satu SSB (Sekolah Sepakbola) di Korea. Latihan yang keras dari pelatih dan adanya sistem senioritas menjadi makanannya selama di SSB. Maka tak ayal bila kemampuannya dalam mengolah bola diakui oleh salah satu pesepakbola Indonesia, Evan Dimas.
Pada akhirnya, penilaian seseorang biasanya hanya dari yang tampak saja, sedangkan penilaian yang terlalu cepat kebenaran belum bisa dipastikan. Penting rasanya untuk memiliki keingintahuan dari suatu hal tentang seseorang sebelum akhirnya memberikan menilainya dan menghakiminya.